I . TALAK
A.
Pengertian
Talak
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut
bahasa artinya “melepaskan atau
meninggalkan”.Menurut istilah syara` ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.Jadi, talak
itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan
perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
Talak terjadi disebabkan
karena tidak dapat mencapai tujuan-tujuan dalam pernikahan yang mengakibatkan
berpisahnya dua keluarga.Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri,
maka dengan keadilan Allah SWT dikabulkan-Nya suatu jalan keluar dari segala
kesukaran yakni pintu perceraian, Apalagi bila perselisihan suami istri itu
menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap
kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain sedangkan ikhtiar untuk
perdamaian tidak dapat disambung lagi. Maka talak (perceraian) itulah jalan
satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.Sebab menurut asalnya hukum
talak itu makruh adanya.
B.
Macam-macam
talak
Ditinjau dari segi waktu
dijatuhkanya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut:
1.
Talak sunni, yaitu talak
yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika
memenuhi empat syarat:
a.
Istri yang ditalak sudah pernah
digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, tidak
termasuk talak sunni.
b.
Istri dapat segera melakukan iddah
suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama
syafi`iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan
tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid, atau sedang hamil,
atau talak karena suami meminta tebusan (khulu'), atau ketika istri dalam haid,
semuanya tidak termasuk talak sunni.
c.
Talak itu dijatuhkan
ketika istri dalam keadaan suci, baik dari permulaan, dipertengahan maupun di
akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d.
Suami tidak pernah menggauli istri
selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami
ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk
talak sunni.
2.
Talak Bid`I, yaitu talak yang
dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak
memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid`I ialah:
a.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri pada waktu haid (mestruasi), baik di permulaan haid maupun di
pertengahanya.
b.
Talak yang dijatuhkan
terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminyan dalam
keadaan suci.
3.
Talak la sunni wala bid`I, yaitu
talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak
bid`I, yaitu:
a.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang belum pernah digauli.
b.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid.
c.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang sedang hamil.
Ditinjau dari segi tegas
dan tidaknya kata-kata yang pergunakan sebagai
ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
1.
Talak sharih, yaitu
talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami
sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.
Imam
Syafi`I mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih
ada tiga, yaitu talak, firaq dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam al-Qur`an
dan hadits.
Ahl al-Zhahiriyah berkata bahwa
talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan kata-kata ini, padahal talak
adalah perbuatan ibadah, karenanya diisyaratkan mempergunakan kata-kata yang
telah ditetapkan oleh syara`. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti
suami berkata kepada istrinya:
a)
Engkau saya talak sekarang juga.
Engkau saya cerai sekarang juga.
b)
Engkau saya firaq sekarang juga.
Engkau saya pisahkan sekarang juga.
c)
Engkau saya sarah
sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan talak
terhadap istrinya dengan talak sharih maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang
ucapanya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemaunnya sendiri.
2.
Talak kinayah, yaitu talak dengan
mempergunakan kata-kata sendirian, atau samar-samar, seperti suami berkata
kepada istrinya:
a)
Engkau sekarang telah jauh dariku.
b)
Selesaikan sendiri segala
urusanmu.
c)
Janganlah engkau mendekati aku
lagi.
d)
Keluarlah engkau dari rumah ini
sekarang juga.
e)
Pergilah engkau dari tempat ini
sekarang juga.
f)
Susullah keluargamu sekarang juga.
g)
Pulanglah kerumah orang tuamu
sekarang.
h)
Beriddahlah engkau dan
bersihkanlah kandunganmu itu.
i)
Saya sekarang telah sendirian dan
hidup membujang.
j)
Engkau sekarang telah bebas
merdeka, hidup sendirian.
Ucapan-ucapan tersebut mengandung
kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.
Tentang kedudukan talak dengan
kata-kata kinayah atau sendirian ini sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin
Al-Husaini, bergantung kepada niat suami.Artinya, jika suami dengan kata-kata
tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika
suami dengan kata-kata tersebut tidak
bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.
Ditinjau dari segi ada
atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka
talak dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.
Talak Raj`i yaitu talak
yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena
memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang
kedua kalinya.Setelah terjadi talak raj`I maka istri wajib beriddah, hanya bila
kemudian suami hendak kembali kepada bekas istri sebelum berakhir masa iddah,
maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk.
Tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas suami tidak
menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan berakhirnya masa iddah
itu kedudukan talak menjadi talak ba`in, kemudian jika sesudah berkahirnya masa
iddah itu suami ingin kembali kepadabekas istrinya maka wajib dilakukan dengan
akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raj`I hanya terjadi pada
talak pertama dan kedua saja, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Kemudian jika
si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi
halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama
dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) Mengetahui.”
2.
Talak
ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap
bekas istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan
dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan
syarat-syaratnya.Talak ba`in ada dua macam yaitu :
a)
Talak ba`in shugro ialah
talak ba`in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi
tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas
istri.Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri,
baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Termasuk talak
ba`in shugro ialah:
(1) Talak sebelum berkumpul
(2) Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu`
(3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang
dipenjara, talak karena penganiayaan.
b)
Talak ba`in kubro, yaitu
talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta
menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istrinya,
kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki nlain, telah berkumpul
dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai
menjalankan iddahnya. Talak ba`in kubro terjadi pada talak yang
ketiga.
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan
talak terhadap istrinya, talak ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1. Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami dengan ucapan dihyadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan
suaminya itu.
2. Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami secara tertulis lalu disampaikan kepada istrinya, kemudian istri
membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara
tertulis dapat dipandangjatuh (sah), meski yang bersangkutan dapat
mengucapkanya.
3. Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam
bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara
(bisu) dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan
menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama dengan
ucapan bagi yang dapat berbicara dalammenjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu
jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri perkawinan, dan isyarat
itulah satu-satunya jalan untuk menyampaikan maksud yang terkandung dalam
hatinya.
4. Talak dengan
utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui
perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami itu
kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami bahwa suami mentalak
istrinya. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami
untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.
A. Rukun dan Syarat Talak.
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada
dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur
dimaksud. Rukun talak ada empat, sebagai berikut:
1. Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak
menjatuhkanya, selain suami tidak berhak menjatukanya. Oleh karena itu talak
itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud
kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.
Untuk sahnya talak, suami yang
menjatuhkan talak disyaratkan:
a) Berakal, suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak.
Yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal
karena sakit, termasuk kedalamnya sakit pitam, hilang akal karena panas, atau
sakit ingatan karena rusak syaraf otaknya.
b) Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh
orang yang belum dewasa. Dalam hal ini ulama Hanabilah mengatakan bahwa talak
oleh anak yang sudah mumayyiz kendati umur anak itu kurang dari 10 tahun
asalkan ia telah mengenal arti talak dan mengetahui akibatnya, talaknya
dipandang jatuh.
c) Atas kemauan sendiri, yang dimaksud atas kemauan sendiri
diri disini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu
dan jatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
2. Istri, masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak
terhadap istri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap
istri orang lain.Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkan
sebagai berikut:
a) Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan
suami. Istri yang menjalin masa iddah talak raj`I dari suaminya oleh hukuman
islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami.Karenanya bila
dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga
menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki
suami.
b) Kedudukan istri yang ditalak nitu harus berdasarkan atas
akad perkawinan yangb sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang batil,
seperti akad nikah terhadap wanita dalam masa iddahnya, atau akad nikah dengan
perempuan saudara istrinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), atau akad
nikah dengan anak tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaanya,
maka talak yang demikian tidak dipandang ada.
3. Sighat talak, ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami
terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun
kinayah (sendirian), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna
wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Talak tidak dipandang jatuh jika perbuatan suami terhadap istrinya
menunjukkan kemarahanya, semisal suami memarahi istri, memukulnya,
mengantarkanya kerumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya, tanpa
disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak. Demikian pula
niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan,
tidak dipandang sebagai talak.
4. Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu
memang dimaksudkan oleh yang mengucapkanya untuk talak, bukan untuk maksud
lain.
Oleh karena itu, salah ucap yang tidak
dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak, seperti suami memberikan
sebuah salak kepada istrinya,
semestinya ia mengatakan kepada istrinya itu kata-kata:
“Ini
sebuah salak untukmu”, tetapi keliru
ucapan, berbunyi: “Ini sebuah talak untukmu”,
maka talak tidak dipandang jatuh.
B. Kesaksian dalam Talak
Diantara yang membedakan Syi’ah Imamiyah dari mazhab-mazhab lainnya adalah
pendapat Imamiyah bahwa kesaksian dua orang yang adil merupakan syarat dalam
jatuhnya talak. Jika tidak ada dua orang saksi yang adil maka talak itu tidak
sah. Hal ini ditentang oleh para fukaha yang lain.
Syekh ath-Thusi berkata,
"Setiap talak yang tidak disaksikan oleh dua orang Muslim yang adil,
walaupun terpenuhi syarat- syarat lainnya, adalah tidak sah. Hal ini ditentang
oleh semua fukaha lain dan tidak seorang pun di antara mereka yang menganggap
keharusan adanya saksi.
Pembahasan ini tidak terdapat di
dalam kitab-kitab fiqih Ahlu-sunah. Masalah tersebut hanya terbatas pada pendapat-pendapat
mereka dalam kitab-kitab tafsir ketika menafsirkah firman Allah swt:
Artinya: “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan
keluar.”
Ada di antara mereka yang menjadikan kesaksian itu sebagai syarat dalam
talak dan rujuk dan ada pula yang menjadikannya sebagai syarat khusus dalam
rujuk yang dipahami dari kalimat: maka rujuklah mereka dengan baik.
Ath- Thabari meriwayatkan hadis dari as- Saddi bahwa ia menafsirkan firman
Allah swt: dari persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu kadang-kadang dalam rujuk. la pun berkata, “Hadirkanlah saksi dalam
menahan itu jika mereka menahan istri-istrinya." Yang dimaksud adalah
rujuk. Di tempat lain disebutkan bahwa persaksian itu dalam rujuk dan dalam
talak.
la berkata, “(Persaksian itu) adalah ketika dilakukan talak dan ketika
dilakukan rujuk." Dinukil dari Ibn ‘Abbas bahwa ia menafsirkannya
(persaksian itu) dalam talak dan rujuk.
As-Suyuthi berkata,“Abdur Razzaq meriwayatkan hadis dari 'Atha': Nikah itu
dengan saksi, talak itu dengan saksi, dan rujuk itu juga dengan saksi.” 'Imran
bin Hushain ditanya tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya tanpa
kehadiran saksi dan merujuknya kembali tanpa kehadiran saksi. la menjawab, “Itu
merupakan seburuk-buruk perbuatan. la menalak istrinya dengan cara bid'ah dan
merujuknya kembali dengan tidak mengikuti sunah. Hendaklah ia menghadirkan
saksi dalam talak dan rujuknya. Dan hendaklah ia memohon ampunan kepada Allah.”
Al-Qurthubi berkata, “Firman Allah swt: ...dan persaksikanlah ...memerintahkan
kepada kita untuk menghadirkan saksi dalam melakukan talak. Ada pula yang
berpendapat bahwa harus menghadirkan saksi dalam melakukan rujuk. Yang jelas,
keharusan persaksian itu adalah dalam rujuk, tidak dalam talak.Kemudian,
persaksian itu hukumnya mandub (sunah) menurut Abu Hanifah, seperti firman
Al1ah swt, dan persaksikanlah jika kalian melakukan jual beli. "
Sedangkan menurut Imam Syafi’i, persaksian itu wajib dalam rujuk.
Al-Alusi berkata, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil ketika
melakukan rujuk jika kalian memilihnya atau ketika melakukan talak jika kalian
memilihnya sebagai upaya melepaskan diri dari kecurigaan."
Terdapat ungkapan yang mendalam dan benar dalam hal hikrnah syariat dan falsafah
Islam serta ketinggian kedudukan dan keluasan wawasannya dalam hukum-hukumnya,
yaitu bahwa tidak ada sesuatu yang ha1a1 yang paling dibenci Allah swt kecuali
talak. Agarna Islam, seperti yang Anda ketahui tidak menghendaki jenis
perpisahan apa pun terutama dalam keluarga. Lebih khusus lagi dalam pernikahan
setelah satu sama lain saling memberi.
Pembuat syariat, dengan
kebijaksanaan-Nya yang agung, hendak mengurangi terjadinya perceraian dan
perpisahan. Maka Dia memperbanyak syarat-syaratnya berdasarkan kaidah yang
sudah dikenal bahwa Apabila sesuatu itu banyak ikatannya akan sedikit
keberadaannya. Dia menetapkan adanya dua orang saksi yang adil, pertama untuk
memastikan dan kedua untuk menangguhkannya.
Mudah-mudahan dengan kehadiran dua orang saksi atau kehadiran suami-istri atau salah satu dari
keduanya bagi mereka akan menimbulkan penyesalan dan mereka kembali
bersatu-sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah swt, “. ..kamu tidak tahu
barangkali Allah menjadikan sesuatu yang baru setelah itu.” Inilah hikmah
yang mendalam dari ditetapkannya dua orang saksi. Tidak diragukan bahwa hal itu
sangat diperhatikan oleh Pembuat syariat Yang Maha bijaksana di samping
terdapat faedah-faedah yang lain. Ini semua merupakan kebalikan dari masalah
rujuk. Pembuat syariat ingin menyegerakannya, dan dalam menunda-nundanya barangkali terdapat penyakit.
Karenanya dalam rujuk tidak diwajibkan satu syarat pun
C.
Bilangan Talak
Orang yang merdeka berhak mentalak istrinya dari satu sampai tiga kali
talak.Talak satu atau dua boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan
boleh kawin kembali sesudah iddah.
Ketika seorang suami menjatuhkan talaq satu atau pada istrinya, maka suami
masih bisa untuk rujuk lagi dengan istrinya selama masa iddahnya belum habis.
Apabila masa iddahnya telah habis, diperbolehkan bagi suaminya untuk menikahi
mantan istrinya tersebut dengan melaksanakan akad nikah baru, dengan ketentuan
bahwa suami tinggal memiliki sisa talaq dari talaq sebelumnya, maksudnya jika
sebelumnya ia menceraikan istrinya dengan talaq satu, maka ia masih memiliki
dua talaq, dan bila ia menceraikan istrinya dengan dua talaq, maka ia tinggal
memiliki satu talaq lagi.
Ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa dari talaq yang telah
dijatuhkan sebelumnya tersebut berlaku bagi suami baik ia menikahi mantan
istrinya setelah masa iddahnya habis dan belum dinikahi laki-laki lain atau
setelah istrinya dinikahi oleh orang lain. Sebab keberadaan suami baru bagi
mantan istrinya tidak mempengaruhi jatah talaq suami pertama sebelum ia
menuntaskan bilangan talaqnya.
Hukum diatas berdasarkan fatwa Umar bin Khathab sebagaimana diriwayatkan
oleh Abu Hurairah rodhiyAllahu "anhuma:
"Aku
bertanya pada Umar mengenai seorang lelaki dari Bahroin yang menceraikan
istrinya dengan satu atau dua talaq, Kemudian mantan istrinya menikah lagi,
namun akhirnya bercerai. Lalu suami yang pertama menikahinya lagi, berapakah
(jatah talaq) wanita tersebut bagi suaminya ?", beliau menjawab :
"Wanita tersebut memiliki sisa talaq (suami yang pertama)".
D.
Hukum-hukum
Talak
Dengan menilik kemaslahatan atau
kemudharatannya, maka hukum talak ada empat:
1. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami
istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu
supaya keduanya bercerai.
2. Sunah, Talak yang hukumnya sunnah ketika di jatuhkan
oleh suami demi kemaslahatan istrinya serta mencegah kemudharatan jika tetap
bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya suaminya masih mencintainya.
Seperti sang istri tidak mencintai
suaminya, tidak bisa hidup dengannya dan merasa khawatir tidak bisa menjalankan
tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami pada keadaan seperti
ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri. Hal ini termasuk dalam keumuman
firman Allah subhaanahu wata’ala :
Artinya: “Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(Qs. Al Baqarah :195)
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan
talak sewaktu si istri alam
keadaan haid.Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah mencampurinya
dalam waktu suci itu.
4. Makruh, Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami
menjatuhkan thalaq tanpa ada hajat (alasan) yang menuntut terjadinya
perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik.
5. Mubah (boleh), Talak yang
hukumnya mubah yaitu ketika suami (berhajat) atau mempunyai alasan untuk
menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena
perangai dan kelakuan yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup
bershabar kemudian menceraikannya, namun bersabar lebih baik.
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”(Qs. An-Nisa’ : 19)
E.
Khulu’ (talak
tebus)
Talak tebus artinya
“talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada
suami”.Talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun sewaktu haid,
karena biasanya talak tebus itu terjadi dari kehendak dan kemaauan si
istri.Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa dia rela walaupun menyebabkan
iddahnya jadi panjang.Apalagi biasanya talak tebus itu tidak terjadi selain
karena perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahankannya lagi.
Perceraian yang
dilakukan secara talak tebus ini berakibat bekas suami tidak dapat rujuk lagi,
dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah, hanya diperbolehkan menikah
kembali dengan akad baru.
Pengertian khulu`
menurut syara` adalah sebagaimana yang di kemukakan Asy-Syarbini dan Al-Khathib
adalah “pemisahan antara suami istri dengan pengganti yang di maksud (iwadh)
yang kembali kea rah suami dengan lafal talak atau khulu`.”
Hukumnya boleh, tetapi
makruh seperti talak karena adanya pemutusan talak yang di perintahkan
syara`.Khulu` diperbolehkan jika ada sebab yang menuntut, seperti suami cacat
fisik atau cacat sedikit pada fisik atau suami tidak dapat melaksanakan
kewajiban hukum-hukum Allah, seperti persahabatan yang baik dan dalam segala
pergaulan.Jika disana tidak ada sebab yang menuntut khulu` maka terlarang
hukumnya.
Rukun khulu` yaitu sebagai berikut :
1. Rukun pertama suami sah talaknya
2. Rukun kedua keharusan penerima iwadh
3. Rukun ketiga pengganti khulu` (iwadh)
4. Rukun keempat shighat
I . TALAK
A.
Pengertian
Talak
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut
bahasa artinya “melepaskan atau
meninggalkan”.Menurut istilah syara` ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.Jadi, talak
itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan
perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
Talak terjadi disebabkan
karena tidak dapat mencapai tujuan-tujuan dalam pernikahan yang mengakibatkan
berpisahnya dua keluarga.Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri,
maka dengan keadilan Allah SWT dikabulkan-Nya suatu jalan keluar dari segala
kesukaran yakni pintu perceraian, Apalagi bila perselisihan suami istri itu
menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap
kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain sedangkan ikhtiar untuk
perdamaian tidak dapat disambung lagi. Maka talak (perceraian) itulah jalan
satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.Sebab menurut asalnya hukum
talak itu makruh adanya.
B.
Macam-macam
talak
Ditinjau dari segi waktu
dijatuhkanya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut:
1.
Talak sunni, yaitu talak
yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika
memenuhi empat syarat:
a.
Istri yang ditalak sudah pernah
digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, tidak
termasuk talak sunni.
b.
Istri dapat segera melakukan iddah
suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama
syafi`iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan
tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid, atau sedang hamil,
atau talak karena suami meminta tebusan (khulu'), atau ketika istri dalam haid,
semuanya tidak termasuk talak sunni.
c.
Talak itu dijatuhkan
ketika istri dalam keadaan suci, baik dari permulaan, dipertengahan maupun di
akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d.
Suami tidak pernah menggauli istri
selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami
ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk
talak sunni.
2.
Talak Bid`I, yaitu talak yang
dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak
memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid`I ialah:
a.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri pada waktu haid (mestruasi), baik di permulaan haid maupun di
pertengahanya.
b.
Talak yang dijatuhkan
terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminyan dalam
keadaan suci.
3.
Talak la sunni wala bid`I, yaitu
talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak
bid`I, yaitu:
a.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang belum pernah digauli.
b.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid.
c.
Talak yang dijatuhkan terhadap
istri yang sedang hamil.
Ditinjau dari segi tegas
dan tidaknya kata-kata yang pergunakan sebagai
ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
1.
Talak sharih, yaitu
talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami
sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.
Imam
Syafi`I mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih
ada tiga, yaitu talak, firaq dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam al-Qur`an
dan hadits.
Ahl al-Zhahiriyah berkata bahwa
talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan kata-kata ini, padahal talak
adalah perbuatan ibadah, karenanya diisyaratkan mempergunakan kata-kata yang
telah ditetapkan oleh syara`. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti
suami berkata kepada istrinya:
a)
Engkau saya talak sekarang juga.
Engkau saya cerai sekarang juga.
b)
Engkau saya firaq sekarang juga.
Engkau saya pisahkan sekarang juga.
c)
Engkau saya sarah
sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan talak
terhadap istrinya dengan talak sharih maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang
ucapanya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemaunnya sendiri.
2.
Talak kinayah, yaitu talak dengan
mempergunakan kata-kata sendirian, atau samar-samar, seperti suami berkata
kepada istrinya:
a)
Engkau sekarang telah jauh dariku.
b)
Selesaikan sendiri segala
urusanmu.
c)
Janganlah engkau mendekati aku
lagi.
d)
Keluarlah engkau dari rumah ini
sekarang juga.
e)
Pergilah engkau dari tempat ini
sekarang juga.
f)
Susullah keluargamu sekarang juga.
g)
Pulanglah kerumah orang tuamu
sekarang.
h)
Beriddahlah engkau dan
bersihkanlah kandunganmu itu.
i)
Saya sekarang telah sendirian dan
hidup membujang.
j)
Engkau sekarang telah bebas
merdeka, hidup sendirian.
Ucapan-ucapan tersebut mengandung
kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.
Tentang kedudukan talak dengan
kata-kata kinayah atau sendirian ini sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin
Al-Husaini, bergantung kepada niat suami.Artinya, jika suami dengan kata-kata
tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika
suami dengan kata-kata tersebut tidak
bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.
Ditinjau dari segi ada
atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka
talak dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.
Talak Raj`i yaitu talak
yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena
memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang
kedua kalinya.Setelah terjadi talak raj`I maka istri wajib beriddah, hanya bila
kemudian suami hendak kembali kepada bekas istri sebelum berakhir masa iddah,
maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk.
Tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas suami tidak
menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan berakhirnya masa iddah
itu kedudukan talak menjadi talak ba`in, kemudian jika sesudah berkahirnya masa
iddah itu suami ingin kembali kepadabekas istrinya maka wajib dilakukan dengan
akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raj`I hanya terjadi pada
talak pertama dan kedua saja, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Kemudian jika
si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi
halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama
dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) Mengetahui.”
2.
Talak
ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap
bekas istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan
dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan
syarat-syaratnya.Talak ba`in ada dua macam yaitu :
a)
Talak ba`in shugro ialah
talak ba`in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi
tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas
istri.Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri,
baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Termasuk talak
ba`in shugro ialah:
(1) Talak sebelum berkumpul
(2) Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu`
(3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang
dipenjara, talak karena penganiayaan.
b)
Talak ba`in kubro, yaitu
talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta
menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istrinya,
kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki nlain, telah berkumpul
dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai
menjalankan iddahnya. Talak ba`in kubro terjadi pada talak yang
ketiga.
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan
talak terhadap istrinya, talak ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1. Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami dengan ucapan dihyadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan
suaminya itu.
2. Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh
suami secara tertulis lalu disampaikan kepada istrinya, kemudian istri
membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara
tertulis dapat dipandangjatuh (sah), meski yang bersangkutan dapat
mengucapkanya.
3. Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam
bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara
(bisu) dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan
menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama dengan
ucapan bagi yang dapat berbicara dalammenjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu
jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri perkawinan, dan isyarat
itulah satu-satunya jalan untuk menyampaikan maksud yang terkandung dalam
hatinya.
4. Talak dengan
utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui
perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami itu
kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami bahwa suami mentalak
istrinya. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami
untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.
A. Rukun dan Syarat Talak.
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada
dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur
dimaksud. Rukun talak ada empat, sebagai berikut:
1. Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak
menjatuhkanya, selain suami tidak berhak menjatukanya. Oleh karena itu talak
itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud
kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.
Untuk sahnya talak, suami yang
menjatuhkan talak disyaratkan:
a) Berakal, suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak.
Yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal
karena sakit, termasuk kedalamnya sakit pitam, hilang akal karena panas, atau
sakit ingatan karena rusak syaraf otaknya.
b) Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh
orang yang belum dewasa. Dalam hal ini ulama Hanabilah mengatakan bahwa talak
oleh anak yang sudah mumayyiz kendati umur anak itu kurang dari 10 tahun
asalkan ia telah mengenal arti talak dan mengetahui akibatnya, talaknya
dipandang jatuh.
c) Atas kemauan sendiri, yang dimaksud atas kemauan sendiri
diri disini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu
dan jatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
2. Istri, masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak
terhadap istri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap
istri orang lain.Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkan
sebagai berikut:
a) Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan
suami. Istri yang menjalin masa iddah talak raj`I dari suaminya oleh hukuman
islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami.Karenanya bila
dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga
menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki
suami.
b) Kedudukan istri yang ditalak nitu harus berdasarkan atas
akad perkawinan yangb sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang batil,
seperti akad nikah terhadap wanita dalam masa iddahnya, atau akad nikah dengan
perempuan saudara istrinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), atau akad
nikah dengan anak tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaanya,
maka talak yang demikian tidak dipandang ada.
3. Sighat talak, ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami
terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun
kinayah (sendirian), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna
wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Talak tidak dipandang jatuh jika perbuatan suami terhadap istrinya
menunjukkan kemarahanya, semisal suami memarahi istri, memukulnya,
mengantarkanya kerumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya, tanpa
disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak. Demikian pula
niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan,
tidak dipandang sebagai talak.
4. Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu
memang dimaksudkan oleh yang mengucapkanya untuk talak, bukan untuk maksud
lain.
Oleh karena itu, salah ucap yang tidak
dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak, seperti suami memberikan
sebuah salak kepada istrinya,
semestinya ia mengatakan kepada istrinya itu kata-kata:
“Ini
sebuah salak untukmu”, tetapi keliru
ucapan, berbunyi: “Ini sebuah talak untukmu”,
maka talak tidak dipandang jatuh.
B. Kesaksian dalam Talak
Diantara yang membedakan Syi’ah Imamiyah dari mazhab-mazhab lainnya adalah
pendapat Imamiyah bahwa kesaksian dua orang yang adil merupakan syarat dalam
jatuhnya talak. Jika tidak ada dua orang saksi yang adil maka talak itu tidak
sah. Hal ini ditentang oleh para fukaha yang lain.
Syekh ath-Thusi berkata,
"Setiap talak yang tidak disaksikan oleh dua orang Muslim yang adil,
walaupun terpenuhi syarat- syarat lainnya, adalah tidak sah. Hal ini ditentang
oleh semua fukaha lain dan tidak seorang pun di antara mereka yang menganggap
keharusan adanya saksi.
Pembahasan ini tidak terdapat di
dalam kitab-kitab fiqih Ahlu-sunah. Masalah tersebut hanya terbatas pada pendapat-pendapat
mereka dalam kitab-kitab tafsir ketika menafsirkah firman Allah swt:
Artinya: “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan
keluar.”
Ada di antara mereka yang menjadikan kesaksian itu sebagai syarat dalam
talak dan rujuk dan ada pula yang menjadikannya sebagai syarat khusus dalam
rujuk yang dipahami dari kalimat: maka rujuklah mereka dengan baik.
Ath- Thabari meriwayatkan hadis dari as- Saddi bahwa ia menafsirkan firman
Allah swt: dari persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu kadang-kadang dalam rujuk. la pun berkata, “Hadirkanlah saksi dalam
menahan itu jika mereka menahan istri-istrinya." Yang dimaksud adalah
rujuk. Di tempat lain disebutkan bahwa persaksian itu dalam rujuk dan dalam
talak.
la berkata, “(Persaksian itu) adalah ketika dilakukan talak dan ketika
dilakukan rujuk." Dinukil dari Ibn ‘Abbas bahwa ia menafsirkannya
(persaksian itu) dalam talak dan rujuk.
As-Suyuthi berkata,“Abdur Razzaq meriwayatkan hadis dari 'Atha': Nikah itu
dengan saksi, talak itu dengan saksi, dan rujuk itu juga dengan saksi.” 'Imran
bin Hushain ditanya tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya tanpa
kehadiran saksi dan merujuknya kembali tanpa kehadiran saksi. la menjawab, “Itu
merupakan seburuk-buruk perbuatan. la menalak istrinya dengan cara bid'ah dan
merujuknya kembali dengan tidak mengikuti sunah. Hendaklah ia menghadirkan
saksi dalam talak dan rujuknya. Dan hendaklah ia memohon ampunan kepada Allah.”
Al-Qurthubi berkata, “Firman Allah swt: ...dan persaksikanlah ...memerintahkan
kepada kita untuk menghadirkan saksi dalam melakukan talak. Ada pula yang
berpendapat bahwa harus menghadirkan saksi dalam melakukan rujuk. Yang jelas,
keharusan persaksian itu adalah dalam rujuk, tidak dalam talak.Kemudian,
persaksian itu hukumnya mandub (sunah) menurut Abu Hanifah, seperti firman
Al1ah swt, dan persaksikanlah jika kalian melakukan jual beli. "
Sedangkan menurut Imam Syafi’i, persaksian itu wajib dalam rujuk.
Al-Alusi berkata, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil ketika
melakukan rujuk jika kalian memilihnya atau ketika melakukan talak jika kalian
memilihnya sebagai upaya melepaskan diri dari kecurigaan."
Terdapat ungkapan yang mendalam dan benar dalam hal hikrnah syariat dan falsafah
Islam serta ketinggian kedudukan dan keluasan wawasannya dalam hukum-hukumnya,
yaitu bahwa tidak ada sesuatu yang ha1a1 yang paling dibenci Allah swt kecuali
talak. Agarna Islam, seperti yang Anda ketahui tidak menghendaki jenis
perpisahan apa pun terutama dalam keluarga. Lebih khusus lagi dalam pernikahan
setelah satu sama lain saling memberi.
Pembuat syariat, dengan
kebijaksanaan-Nya yang agung, hendak mengurangi terjadinya perceraian dan
perpisahan. Maka Dia memperbanyak syarat-syaratnya berdasarkan kaidah yang
sudah dikenal bahwa Apabila sesuatu itu banyak ikatannya akan sedikit
keberadaannya. Dia menetapkan adanya dua orang saksi yang adil, pertama untuk
memastikan dan kedua untuk menangguhkannya.
Mudah-mudahan dengan kehadiran dua orang saksi atau kehadiran suami-istri atau salah satu dari
keduanya bagi mereka akan menimbulkan penyesalan dan mereka kembali
bersatu-sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah swt, “. ..kamu tidak tahu
barangkali Allah menjadikan sesuatu yang baru setelah itu.” Inilah hikmah
yang mendalam dari ditetapkannya dua orang saksi. Tidak diragukan bahwa hal itu
sangat diperhatikan oleh Pembuat syariat Yang Maha bijaksana di samping
terdapat faedah-faedah yang lain. Ini semua merupakan kebalikan dari masalah
rujuk. Pembuat syariat ingin menyegerakannya, dan dalam menunda-nundanya barangkali terdapat penyakit.
Karenanya dalam rujuk tidak diwajibkan satu syarat pun
C.
Bilangan Talak
Orang yang merdeka berhak mentalak istrinya dari satu sampai tiga kali
talak.Talak satu atau dua boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan
boleh kawin kembali sesudah iddah.
Ketika seorang suami menjatuhkan talaq satu atau pada istrinya, maka suami
masih bisa untuk rujuk lagi dengan istrinya selama masa iddahnya belum habis.
Apabila masa iddahnya telah habis, diperbolehkan bagi suaminya untuk menikahi
mantan istrinya tersebut dengan melaksanakan akad nikah baru, dengan ketentuan
bahwa suami tinggal memiliki sisa talaq dari talaq sebelumnya, maksudnya jika
sebelumnya ia menceraikan istrinya dengan talaq satu, maka ia masih memiliki
dua talaq, dan bila ia menceraikan istrinya dengan dua talaq, maka ia tinggal
memiliki satu talaq lagi.
Ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa dari talaq yang telah
dijatuhkan sebelumnya tersebut berlaku bagi suami baik ia menikahi mantan
istrinya setelah masa iddahnya habis dan belum dinikahi laki-laki lain atau
setelah istrinya dinikahi oleh orang lain. Sebab keberadaan suami baru bagi
mantan istrinya tidak mempengaruhi jatah talaq suami pertama sebelum ia
menuntaskan bilangan talaqnya.
Hukum diatas berdasarkan fatwa Umar bin Khathab sebagaimana diriwayatkan
oleh Abu Hurairah rodhiyAllahu "anhuma:
"Aku
bertanya pada Umar mengenai seorang lelaki dari Bahroin yang menceraikan
istrinya dengan satu atau dua talaq, Kemudian mantan istrinya menikah lagi,
namun akhirnya bercerai. Lalu suami yang pertama menikahinya lagi, berapakah
(jatah talaq) wanita tersebut bagi suaminya ?", beliau menjawab :
"Wanita tersebut memiliki sisa talaq (suami yang pertama)".
D.
Hukum-hukum
Talak
Dengan menilik kemaslahatan atau
kemudharatannya, maka hukum talak ada empat:
1. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami
istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu
supaya keduanya bercerai.
2. Sunah, Talak yang hukumnya sunnah ketika di jatuhkan
oleh suami demi kemaslahatan istrinya serta mencegah kemudharatan jika tetap
bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya suaminya masih mencintainya.
Seperti sang istri tidak mencintai
suaminya, tidak bisa hidup dengannya dan merasa khawatir tidak bisa menjalankan
tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami pada keadaan seperti
ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri. Hal ini termasuk dalam keumuman
firman Allah subhaanahu wata’ala :
Artinya: “Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(Qs. Al Baqarah :195)
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan
talak sewaktu si istri alam
keadaan haid.Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah mencampurinya
dalam waktu suci itu.
4. Makruh, Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami
menjatuhkan thalaq tanpa ada hajat (alasan) yang menuntut terjadinya
perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik.
5. Mubah (boleh), Talak yang
hukumnya mubah yaitu ketika suami (berhajat) atau mempunyai alasan untuk
menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena
perangai dan kelakuan yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup
bershabar kemudian menceraikannya, namun bersabar lebih baik.
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”(Qs. An-Nisa’ : 19)
E.
Khulu’ (talak
tebus)
Talak tebus artinya
“talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada
suami”.Talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun sewaktu haid,
karena biasanya talak tebus itu terjadi dari kehendak dan kemaauan si
istri.Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa dia rela walaupun menyebabkan
iddahnya jadi panjang.Apalagi biasanya talak tebus itu tidak terjadi selain
karena perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahankannya lagi.
Perceraian yang
dilakukan secara talak tebus ini berakibat bekas suami tidak dapat rujuk lagi,
dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah, hanya diperbolehkan menikah
kembali dengan akad baru.
Pengertian khulu`
menurut syara` adalah sebagaimana yang di kemukakan Asy-Syarbini dan Al-Khathib
adalah “pemisahan antara suami istri dengan pengganti yang di maksud (iwadh)
yang kembali kea rah suami dengan lafal talak atau khulu`.”
Hukumnya boleh, tetapi
makruh seperti talak karena adanya pemutusan talak yang di perintahkan
syara`.Khulu` diperbolehkan jika ada sebab yang menuntut, seperti suami cacat
fisik atau cacat sedikit pada fisik atau suami tidak dapat melaksanakan
kewajiban hukum-hukum Allah, seperti persahabatan yang baik dan dalam segala
pergaulan.Jika disana tidak ada sebab yang menuntut khulu` maka terlarang
hukumnya.
Rukun khulu` yaitu sebagai berikut :
1. Rukun pertama suami sah talaknya
2. Rukun kedua keharusan penerima iwadh
3. Rukun ketiga pengganti khulu` (iwadh)
4. Rukun keempat shighat