Minggu, 23 Februari 2014

SHALAT SUNNAH



SHALAT SUNNAH

Salat sunah atau salat nawafil (jamak: nafilah) adalah salat yang dianjurkan untuk dilaksanakan namun tidak diwajibkan sehingga tidak berdosa bila ditinggalkan dengan kata lain apabila dilakukan dengan baik dan benar serta penuh ke ikhlasan akan tampak hikmah dan rahmat dari Allah SWT yang begitu indah.
Salat sunah menurut hukumnya terdiri atas dua golongan yakni:
·         Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witr dan salat sunah thawaf.
·         Ghairu Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).

Macam-macam sholat sunnah:
1.    Shalat Sunat Tahajud 
adalah shalat yang dikerjakan pada waktu tengah malam di antara shalat isya dan Shalat shubuh setelah bangun tidur. Jumlah rokaat shalat tahajud minimal dua rokaat hingga tidak terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya membaca ayat kursi, surat al ikhlas, surat al falaq dan surat an nas.
2.    Shalat Sunat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunat yang dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah roka'at shalat dhuha minimal dua rokaat dan maksimal dua belas roka'at dengan satu salam setiap du roka'at. Manfaat dari shalat dhuha adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal, terutama rejeki. Saat melakukan sholat dhuha sebaiknya membaca ayat-ayat surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.
3.    Shalat Sunat Istikhoroh
Shalat istikhoroh adalah shalat yang tujuannya adalah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua. Hasil dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di kemudian hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan berguna di masa yang akan datang. Contoh kasus penentuan pilihan :
-memilihjodoh suami/istri
- memilih pekerjaan
- memutuskan suatu perkara
- memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam melakukan shalat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunat, sodakoh, zikir, dan amalan baik lainnya.

4.    Shalat Sunat Tasbih
Shalat tasbih adalah solat yang bertujuan untuk memperbanyak memahasucikan Allah SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas. Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih. Jika shalat dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam salam, sedangkan jika malam hari dengan dua salam.
5.    Shalat Sunat Taubat
Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang yang ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan melakukan serta mengulangi perbuatan dosanya tersebut. Sebaiknya shalat sunah taubat dibarengi dengan puasa, sodaqoh dan sholat.
6.    Shalat Sunat Hajat
Shalat Hajat adalah shalat agar hajat atau cita-citanya dikabulkan oleh Allah SWT. Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk mencapai hajat atau cita-cita. Shalat sunah hajat dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal duabelas bisa kapan sajadengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik dilakukan pada sepertiga terakhir waktu malam.
7.    Shalat Sunat Safar
Shalat safar adalah solat yang dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian atau melakukan perjalanan selama tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja, berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah supaya mendapat keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.


Waktu terlarang untuk salat sunah
Beberapa salat sunah dilakukan terkait dengan waktu tertentu namun bagi salat yang dapat dilakukan pada waktu yang bebas (misal:salat mutlaq) maka harus memperhatikan bahwa terdapat beberapa waktu yang padanya haram dilakukan salat:
·         Matahari terbit hingga ia naik setinggi lembing
·         Matahari tepat dipuncaknya (zenith), hingga ia mulai condong
·         Sesudah ashar sampai matahari terbenam
·         Sesudah subuh
·         Ketika matahari terbenam hingga sempurna terbenamnya

TALAK



I . TALAK
A.    Pengertian Talak
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”.Menurut istilah syara` ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.Jadi, talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
Talak terjadi disebabkan karena tidak dapat mencapai tujuan-tujuan dalam pernikahan yang mengakibatkan berpisahnya dua keluarga.Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT dikabulkan-Nya suatu jalan keluar dari segala kesukaran yakni pintu perceraian, Apalagi bila perselisihan suami istri itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi. Maka talak (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.Sebab menurut asalnya hukum talak itu makruh adanya.

B.  Macam-macam talak
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkanya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut:
1.        Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat:
a.         Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
b.         Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama syafi`iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid, atau sedang hamil, atau talak karena suami meminta tebusan (khulu'), atau ketika istri dalam haid, semuanya tidak termasuk talak sunni.
c.         Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik dari permulaan, dipertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d.        Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
2.        Talak Bid`I, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid`I ialah:
a.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (mestruasi), baik di permulaan haid maupun di pertengahanya.
b.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminyan dalam keadaan suci.
3.        Talak la sunni wala bid`I, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid`I, yaitu:
a.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
b.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid.
c.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.
Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang pergunakan sebagai  ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
1.      Talak sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak  mungkin dipahami lagi.
Imam  Syafi`I mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih ada tiga, yaitu talak, firaq dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam al-Qur`an dan hadits.
Ahl al-Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan kata-kata ini, padahal talak adalah perbuatan ibadah, karenanya diisyaratkan mempergunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara`. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti suami berkata kepada istrinya:
a)      Engkau saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga.
b)      Engkau saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga.
c)      Engkau saya sarah sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak sharih maka menjadi jatuhlah  talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapanya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemaunnya sendiri.
2.      Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sendirian, atau samar-samar, seperti suami berkata kepada istrinya:
a)    Engkau sekarang telah jauh dariku.
b)   Selesaikan sendiri segala urusanmu.
c)    Janganlah engkau mendekati aku lagi.
d)   Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga.
e)    Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga.
f)    Susullah keluargamu sekarang juga.
g)   Pulanglah kerumah orang tuamu sekarang.
h)   Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu.
i)     Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang.
j)     Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.
Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.
Tentang kedudukan talak dengan kata-kata kinayah atau sendirian ini sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung kepada niat suami.Artinya, jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan  kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.
Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.        Talak Raj`i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.Setelah terjadi talak raj`I maka istri wajib beriddah, hanya bila kemudian suami hendak kembali kepada bekas istri sebelum berakhir masa iddah, maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk.
Tetapi jika dalam  masa iddah tersebut bekas suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan berakhirnya masa iddah itu kedudukan talak menjadi talak ba`in, kemudian jika sesudah berkahirnya masa iddah itu suami ingin kembali kepadabekas istrinya maka wajib dilakukan dengan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raj`I hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.”
2.      Talak ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya.Talak ba`in ada dua macam yaitu :
a)      Talak ba`in shugro ialah talak ba`in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Termasuk talak ba`in shugro ialah:
                             (1)     Talak sebelum berkumpul
                             (2)     Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu`
                             (3)     Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, talak karena penganiayaan.
b)      Talak ba`in kubro, yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki nlain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan iddahnya. Talak ba`in kubro terjadi pada talak yang ketiga.
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya, talak ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dihyadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
2.      Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaikan kepada istrinya, kemudian istri membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara tertulis dapat dipandangjatuh (sah), meski yang bersangkutan dapat mengucapkanya.
3.      Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara (bisu) dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama dengan ucapan bagi yang dapat berbicara dalammenjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri perkawinan, dan isyarat itulah satu-satunya jalan untuk menyampaikan maksud yang terkandung dalam hatinya.
4.      Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami itu kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami bahwa suami mentalak istrinya. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.

A.  Rukun dan Syarat Talak.
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Rukun talak ada empat, sebagai berikut:
1.      Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkanya, selain suami tidak berhak menjatukanya. Oleh karena itu talak itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.
Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:
a)      Berakal, suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak. Yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit, termasuk kedalamnya sakit pitam, hilang akal karena panas, atau sakit ingatan karena rusak syaraf otaknya.
b)      Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa. Dalam hal ini ulama Hanabilah mengatakan bahwa talak oleh anak yang sudah mumayyiz kendati umur anak itu kurang dari 10 tahun asalkan ia telah mengenal arti talak dan mengetahui akibatnya, talaknya dipandang jatuh.
c)      Atas kemauan sendiri, yang dimaksud atas kemauan sendiri diri disini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan jatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
2.      Istri, masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain.Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut:
a)      Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang menjalin masa iddah talak raj`I dari suaminya oleh hukuman islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami.Karenanya bila dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami.
b)      Kedudukan istri yang ditalak nitu harus berdasarkan atas akad perkawinan yangb sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang batil, seperti akad nikah terhadap wanita dalam masa iddahnya, atau akad nikah dengan perempuan saudara istrinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), atau akad nikah dengan anak tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaanya, maka talak yang demikian tidak dipandang ada.
3.      Sighat talak, ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sendirian), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Talak tidak dipandang  jatuh jika perbuatan suami terhadap istrinya menunjukkan kemarahanya, semisal suami memarahi istri, memukulnya, mengantarkanya kerumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya, tanpa disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak. Demikian pula niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan, tidak dipandang sebagai talak.
4.      Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkanya untuk talak, bukan untuk maksud lain.
Oleh karena itu, salah ucap yang tidak dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak, seperti suami memberikan sebuah salak kepada istrinya, semestinya ia mengatakan kepada istrinya itu kata-kata:
 “Ini sebuah salak untukmu”, tetapi keliru ucapan, berbunyi: “Ini sebuah talak untukmu”, maka talak tidak dipandang jatuh.

B.  Kesaksian dalam Talak
Diantara yang membedakan Syi’ah Imamiyah dari mazhab-mazhab lainnya adalah pendapat Imamiyah bahwa kesaksian dua orang yang adil merupakan syarat dalam jatuhnya talak. Jika tidak ada dua orang saksi yang adil maka talak itu tidak sah. Hal ini ditentang oleh para fukaha yang lain.
Syekh ath-Thusi berkata, "Setiap talak yang tidak disaksikan oleh dua orang Muslim yang adil, walaupun terpenuhi syarat- syarat lainnya, adalah tidak sah. Hal ini ditentang oleh semua fukaha lain dan tidak seorang pun di antara mereka yang menganggap keharusan adanya saksi.
Pembahasan ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab fiqih Ahlu-sunah. Masalah tersebut hanya terbatas pada pendapat-pendapat mereka dalam kitab-kitab tafsir ketika menafsirkah firman Allah swt:
Artinya: “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian  itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”

Ada di antara mereka yang menjadikan kesaksian itu sebagai syarat dalam talak dan rujuk dan ada pula yang menjadikannya sebagai syarat khusus dalam rujuk yang dipahami dari kalimat: maka rujuklah mereka dengan baik.
Ath- Thabari meriwayatkan hadis dari as- Saddi bahwa ia menafsirkan firman Allah swt: dari persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu kadang-kadang dalam rujuk. la pun berkata, “Hadirkanlah saksi dalam menahan itu jika mereka menahan istri-istrinya." Yang dimaksud adalah rujuk. Di tempat lain disebutkan bahwa persaksian itu dalam rujuk dan dalam talak.
            la berkata, “(Persaksian itu) adalah ketika dilakukan talak dan ketika dilakukan rujuk." Dinukil dari Ibn ‘Abbas bahwa ia menafsirkannya (persaksian itu) dalam talak dan rujuk.
As-Suyuthi berkata,“Abdur Razzaq meriwayatkan hadis dari 'Atha': Nikah itu dengan saksi, talak itu dengan saksi, dan rujuk itu juga dengan saksi.” 'Imran bin Hushain ditanya tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya tanpa kehadiran saksi dan merujuknya kembali tanpa kehadiran saksi. la menjawab, “Itu merupakan seburuk-buruk perbuatan. la menalak istrinya dengan cara bid'ah dan merujuknya kembali dengan tidak mengikuti sunah. Hendaklah ia menghadirkan saksi dalam talak dan rujuknya. Dan hendaklah ia memohon ampunan kepada Allah.”
Al-Qurthubi berkata, “Firman Allah swt: ...dan persaksikanlah ...memerintahkan kepada kita untuk menghadirkan saksi dalam melakukan talak. Ada pula yang berpendapat bahwa harus menghadirkan saksi dalam melakukan rujuk. Yang jelas, keharusan persaksian itu adalah dalam rujuk, tidak dalam talak.Kemudian, persaksian itu hukumnya mandub (sunah) menurut Abu Hanifah, seperti firman Al1ah swt, dan persaksikanlah jika kalian melakukan jual beli. " Sedangkan menurut Imam Syafi’i, persaksian itu wajib dalam rujuk.
Al-Alusi berkata, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil ketika melakukan rujuk jika kalian memilihnya atau ketika melakukan talak jika kalian memilihnya sebagai upaya melepaskan diri dari kecurigaan."
Terdapat ungkapan yang mendalam dan benar dalam hal hikrnah syariat dan falsafah Islam serta ketinggian kedudukan dan keluasan wawasannya dalam hukum-hukumnya, yaitu bahwa tidak ada sesuatu yang ha1a1 yang paling dibenci Allah swt kecuali talak. Agarna Islam, seperti yang Anda ketahui tidak menghendaki jenis perpisahan apa pun terutama dalam keluarga. Lebih khusus lagi dalam pernikahan setelah satu sama lain saling memberi.
Pembuat syariat, dengan kebijaksanaan-Nya yang agung, hendak mengurangi terjadinya perceraian dan perpisahan. Maka Dia memperbanyak syarat-syaratnya berdasarkan kaidah yang sudah dikenal bahwa Apabila sesuatu itu banyak ikatannya akan sedikit keberadaannya. Dia menetapkan adanya dua orang saksi yang adil, pertama untuk memastikan dan kedua untuk menangguhkannya.
Mudah-mudahan dengan kehadiran dua orang saksi atau kehadiran             suami-istri atau salah satu dari keduanya bagi mereka akan menimbulkan penyesalan dan mereka kembali bersatu-sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah swt, “. ..kamu tidak tahu barangkali Allah menjadikan sesuatu yang baru setelah itu.” Inilah hikmah yang mendalam dari ditetapkannya dua orang saksi. Tidak diragukan bahwa hal itu sangat diperhatikan oleh Pembuat syariat Yang Maha bijaksana di samping terdapat faedah-faedah yang lain. Ini semua merupakan kebalikan dari masalah rujuk. Pembuat syariat ingin menyegerakannya, dan dalam  menunda-nundanya barangkali terdapat penyakit. Karenanya dalam rujuk tidak diwajibkan satu syarat pun

C.    Bilangan Talak
Orang yang merdeka berhak mentalak istrinya dari satu sampai tiga kali talak.Talak satu atau dua boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan boleh kawin kembali sesudah iddah.
Ketika seorang suami menjatuhkan talaq satu atau pada istrinya, maka suami masih bisa untuk rujuk lagi dengan istrinya selama masa iddahnya belum habis. Apabila masa iddahnya telah habis, diperbolehkan bagi suaminya untuk menikahi mantan istrinya tersebut dengan melaksanakan akad nikah baru, dengan ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa talaq dari talaq sebelumnya, maksudnya jika sebelumnya ia menceraikan istrinya dengan talaq satu, maka ia masih memiliki dua talaq, dan bila ia menceraikan istrinya dengan dua talaq, maka ia tinggal memiliki satu talaq lagi.
Ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa dari talaq yang telah dijatuhkan sebelumnya tersebut berlaku bagi suami baik ia menikahi mantan istrinya setelah masa iddahnya habis dan belum dinikahi laki-laki lain atau setelah istrinya dinikahi oleh orang lain. Sebab keberadaan suami baru bagi mantan istrinya tidak mempengaruhi jatah talaq suami pertama sebelum ia menuntaskan bilangan talaqnya.
Hukum diatas berdasarkan fatwa Umar bin Khathab sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah rodhiyAllahu "anhuma:
"Aku bertanya pada Umar mengenai seorang lelaki dari Bahroin yang menceraikan istrinya dengan satu atau dua talaq, Kemudian mantan istrinya menikah lagi, namun akhirnya bercerai. Lalu suami yang pertama menikahinya lagi, berapakah (jatah talaq) wanita tersebut bagi suaminya ?", beliau menjawab : "Wanita tersebut memiliki sisa talaq (suami yang pertama)".


D.    Hukum-hukum Talak
Dengan menilik kemaslahatan atau kemudharatannya, maka hukum talak ada empat:
1. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
2. Sunah, Talak yang hukumnya sunnah ketika di jatuhkan oleh suami demi kemaslahatan istrinya serta mencegah kemudharatan jika tetap bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya suaminya masih mencintainya.
Seperti sang istri tidak mencintai suaminya, tidak bisa hidup dengannya dan merasa khawatir tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami pada keadaan seperti ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri. Hal ini termasuk dalam keumuman firman Allah subhaanahu wata’ala :
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(Qs. Al Baqarah :195)
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  alam keadaan haid.Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah mencampurinya dalam waktu suci itu.
4. Makruh, Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami menjatuhkan thalaq tanpa ada hajat (alasan) yang menuntut terjadinya perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik.
5. Mubah (boleh), Talak yang hukumnya mubah yaitu ketika suami (berhajat) atau mempunyai alasan untuk menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena perangai dan kelakuan yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup bershabar kemudian menceraikannya, namun bersabar lebih baik.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”(Qs. An-Nisa’ : 19)
E.     Khulu’ (talak tebus)
Talak tebus artinya “talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.Talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun sewaktu haid, karena biasanya talak tebus itu terjadi dari kehendak dan kemaauan si istri.Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa dia rela walaupun menyebabkan iddahnya jadi panjang.Apalagi biasanya talak tebus itu tidak terjadi selain karena perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahankannya lagi.
Perceraian yang dilakukan secara talak tebus ini berakibat bekas suami tidak dapat rujuk lagi, dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah, hanya diperbolehkan menikah kembali dengan akad baru.
Pengertian khulu` menurut syara` adalah sebagaimana yang di kemukakan Asy-Syarbini dan Al-Khathib adalah “pemisahan antara suami istri dengan pengganti yang di maksud (iwadh) yang kembali kea rah suami dengan lafal talak atau khulu`.”
Hukumnya boleh, tetapi makruh seperti talak karena adanya pemutusan talak yang di perintahkan syara`.Khulu` diperbolehkan jika ada sebab yang menuntut, seperti suami cacat fisik atau cacat sedikit pada fisik atau suami tidak dapat melaksanakan kewajiban hukum-hukum Allah, seperti persahabatan yang baik dan dalam segala pergaulan.Jika disana tidak ada sebab yang menuntut khulu` maka terlarang hukumnya.
Rukun khulu` yaitu sebagai berikut :
1.    Rukun pertama suami sah talaknya
2.    Rukun kedua keharusan penerima iwadh
3.    Rukun ketiga pengganti khulu` (iwadh)
4.    Rukun keempat shighat



I . TALAK
A.    Pengertian Talak
Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”.Menurut istilah syara` ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.Jadi, talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.
Talak terjadi disebabkan karena tidak dapat mencapai tujuan-tujuan dalam pernikahan yang mengakibatkan berpisahnya dua keluarga.Karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT dikabulkan-Nya suatu jalan keluar dari segala kesukaran yakni pintu perceraian, Apalagi bila perselisihan suami istri itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi. Maka talak (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.Sebab menurut asalnya hukum talak itu makruh adanya.

B.  Macam-macam talak
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkanya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut:
1.        Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat:
a.         Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
b.         Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama syafi`iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid, atau sedang hamil, atau talak karena suami meminta tebusan (khulu'), atau ketika istri dalam haid, semuanya tidak termasuk talak sunni.
c.         Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik dari permulaan, dipertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d.        Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
2.        Talak Bid`I, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid`I ialah:
a.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (mestruasi), baik di permulaan haid maupun di pertengahanya.
b.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminyan dalam keadaan suci.
3.        Talak la sunni wala bid`I, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid`I, yaitu:
a.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
b.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid.
c.         Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.
Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang pergunakan sebagai  ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
1.      Talak sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak  mungkin dipahami lagi.
Imam  Syafi`I mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih ada tiga, yaitu talak, firaq dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam al-Qur`an dan hadits.
Ahl al-Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan kata-kata ini, padahal talak adalah perbuatan ibadah, karenanya diisyaratkan mempergunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara`. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti suami berkata kepada istrinya:
a)      Engkau saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga.
b)      Engkau saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga.
c)      Engkau saya sarah sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak sharih maka menjadi jatuhlah  talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapanya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemaunnya sendiri.
2.      Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sendirian, atau samar-samar, seperti suami berkata kepada istrinya:
a)    Engkau sekarang telah jauh dariku.
b)   Selesaikan sendiri segala urusanmu.
c)    Janganlah engkau mendekati aku lagi.
d)   Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga.
e)    Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga.
f)    Susullah keluargamu sekarang juga.
g)   Pulanglah kerumah orang tuamu sekarang.
h)   Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu.
i)     Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang.
j)     Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.
Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan mengandung kemungkinan lain.
Tentang kedudukan talak dengan kata-kata kinayah atau sendirian ini sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung kepada niat suami.Artinya, jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan  kata-kata tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.
Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua macam yaitu:
1.        Talak Raj`i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.Setelah terjadi talak raj`I maka istri wajib beriddah, hanya bila kemudian suami hendak kembali kepada bekas istri sebelum berakhir masa iddah, maka hal itu dapat dilakukan dengan menyatakan rujuk.
Tetapi jika dalam  masa iddah tersebut bekas suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan berakhirnya masa iddah itu kedudukan talak menjadi talak ba`in, kemudian jika sesudah berkahirnya masa iddah itu suami ingin kembali kepadabekas istrinya maka wajib dilakukan dengan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raj`I hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.”
2.      Talak ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya. Untuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya.Talak ba`in ada dua macam yaitu :
a)      Talak ba`in shugro ialah talak ba`in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Termasuk talak ba`in shugro ialah:
                             (1)     Talak sebelum berkumpul
                             (2)     Talak dengan penggantian harta atau yang disebut khulu`
                             (3)     Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, talak karena penganiayaan.
b)      Talak ba`in kubro, yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki nlain, telah berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan iddahnya. Talak ba`in kubro terjadi pada talak yang ketiga.
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya, talak ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dihyadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
2.      Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaikan kepada istrinya, kemudian istri membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara tertulis dapat dipandangjatuh (sah), meski yang bersangkutan dapat mengucapkanya.
3.      Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara (bisu) dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama dengan ucapan bagi yang dapat berbicara dalammenjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri perkawinan, dan isyarat itulah satu-satunya jalan untuk menyampaikan maksud yang terkandung dalam hatinya.
4.      Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami itu kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami bahwa suami mentalak istrinya. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.

A.  Rukun dan Syarat Talak.
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Rukun talak ada empat, sebagai berikut:
1.      Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkanya, selain suami tidak berhak menjatukanya. Oleh karena itu talak itu bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah nyata adanya akad perkawinan yang sah.
Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:
a)      Berakal, suami yang gila tidak sah menjatuhkan talak. Yang dimaksud dengan gila dalam hal ini ialah hilang akal atau rusak akal karena sakit, termasuk kedalamnya sakit pitam, hilang akal karena panas, atau sakit ingatan karena rusak syaraf otaknya.
b)      Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa. Dalam hal ini ulama Hanabilah mengatakan bahwa talak oleh anak yang sudah mumayyiz kendati umur anak itu kurang dari 10 tahun asalkan ia telah mengenal arti talak dan mengetahui akibatnya, talaknya dipandang jatuh.
c)      Atas kemauan sendiri, yang dimaksud atas kemauan sendiri diri disini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan jatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
2.      Istri, masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan terhadap istri orang lain.Untuk sahnya talak, bagi istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut:
a)      Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang menjalin masa iddah talak raj`I dari suaminya oleh hukuman islam dipandang masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami.Karenanya bila dalam masa itu suami menjatuhkan talak lagi, dipandang jatuh talaknya sehingga menambah jumlah talak yang dijatuhkan dan mengurangi hak talak yang dimiliki suami.
b)      Kedudukan istri yang ditalak nitu harus berdasarkan atas akad perkawinan yangb sah. Jika ia menjadi istri dengan akad nikah yang batil, seperti akad nikah terhadap wanita dalam masa iddahnya, atau akad nikah dengan perempuan saudara istrinya (memadu antara dua perempuan bersaudara), atau akad nikah dengan anak tirinya itu dan anak tiri itu berada dalam pemeliharaanya, maka talak yang demikian tidak dipandang ada.
3.      Sighat talak, ialah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sendirian), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Talak tidak dipandang  jatuh jika perbuatan suami terhadap istrinya menunjukkan kemarahanya, semisal suami memarahi istri, memukulnya, mengantarkanya kerumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya, tanpa disertai pernyataan talak, maka yang demikian itu bukan talak. Demikian pula niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan, tidak dipandang sebagai talak.
4.      Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkanya untuk talak, bukan untuk maksud lain.
Oleh karena itu, salah ucap yang tidak dimaksud untuk talak dipandang tidak jatuh talak, seperti suami memberikan sebuah salak kepada istrinya, semestinya ia mengatakan kepada istrinya itu kata-kata:
 “Ini sebuah salak untukmu”, tetapi keliru ucapan, berbunyi: “Ini sebuah talak untukmu”, maka talak tidak dipandang jatuh.

B.  Kesaksian dalam Talak
Diantara yang membedakan Syi’ah Imamiyah dari mazhab-mazhab lainnya adalah pendapat Imamiyah bahwa kesaksian dua orang yang adil merupakan syarat dalam jatuhnya talak. Jika tidak ada dua orang saksi yang adil maka talak itu tidak sah. Hal ini ditentang oleh para fukaha yang lain.
Syekh ath-Thusi berkata, "Setiap talak yang tidak disaksikan oleh dua orang Muslim yang adil, walaupun terpenuhi syarat- syarat lainnya, adalah tidak sah. Hal ini ditentang oleh semua fukaha lain dan tidak seorang pun di antara mereka yang menganggap keharusan adanya saksi.
Pembahasan ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab fiqih Ahlu-sunah. Masalah tersebut hanya terbatas pada pendapat-pendapat mereka dalam kitab-kitab tafsir ketika menafsirkah firman Allah swt:
Artinya: “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian  itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”

Ada di antara mereka yang menjadikan kesaksian itu sebagai syarat dalam talak dan rujuk dan ada pula yang menjadikannya sebagai syarat khusus dalam rujuk yang dipahami dari kalimat: maka rujuklah mereka dengan baik.
Ath- Thabari meriwayatkan hadis dari as- Saddi bahwa ia menafsirkan firman Allah swt: dari persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu kadang-kadang dalam rujuk. la pun berkata, “Hadirkanlah saksi dalam menahan itu jika mereka menahan istri-istrinya." Yang dimaksud adalah rujuk. Di tempat lain disebutkan bahwa persaksian itu dalam rujuk dan dalam talak.
            la berkata, “(Persaksian itu) adalah ketika dilakukan talak dan ketika dilakukan rujuk." Dinukil dari Ibn ‘Abbas bahwa ia menafsirkannya (persaksian itu) dalam talak dan rujuk.
As-Suyuthi berkata,“Abdur Razzaq meriwayatkan hadis dari 'Atha': Nikah itu dengan saksi, talak itu dengan saksi, dan rujuk itu juga dengan saksi.” 'Imran bin Hushain ditanya tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya tanpa kehadiran saksi dan merujuknya kembali tanpa kehadiran saksi. la menjawab, “Itu merupakan seburuk-buruk perbuatan. la menalak istrinya dengan cara bid'ah dan merujuknya kembali dengan tidak mengikuti sunah. Hendaklah ia menghadirkan saksi dalam talak dan rujuknya. Dan hendaklah ia memohon ampunan kepada Allah.”
Al-Qurthubi berkata, “Firman Allah swt: ...dan persaksikanlah ...memerintahkan kepada kita untuk menghadirkan saksi dalam melakukan talak. Ada pula yang berpendapat bahwa harus menghadirkan saksi dalam melakukan rujuk. Yang jelas, keharusan persaksian itu adalah dalam rujuk, tidak dalam talak.Kemudian, persaksian itu hukumnya mandub (sunah) menurut Abu Hanifah, seperti firman Al1ah swt, dan persaksikanlah jika kalian melakukan jual beli. " Sedangkan menurut Imam Syafi’i, persaksian itu wajib dalam rujuk.
Al-Alusi berkata, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil ketika melakukan rujuk jika kalian memilihnya atau ketika melakukan talak jika kalian memilihnya sebagai upaya melepaskan diri dari kecurigaan."
Terdapat ungkapan yang mendalam dan benar dalam hal hikrnah syariat dan falsafah Islam serta ketinggian kedudukan dan keluasan wawasannya dalam hukum-hukumnya, yaitu bahwa tidak ada sesuatu yang ha1a1 yang paling dibenci Allah swt kecuali talak. Agarna Islam, seperti yang Anda ketahui tidak menghendaki jenis perpisahan apa pun terutama dalam keluarga. Lebih khusus lagi dalam pernikahan setelah satu sama lain saling memberi.
Pembuat syariat, dengan kebijaksanaan-Nya yang agung, hendak mengurangi terjadinya perceraian dan perpisahan. Maka Dia memperbanyak syarat-syaratnya berdasarkan kaidah yang sudah dikenal bahwa Apabila sesuatu itu banyak ikatannya akan sedikit keberadaannya. Dia menetapkan adanya dua orang saksi yang adil, pertama untuk memastikan dan kedua untuk menangguhkannya.
Mudah-mudahan dengan kehadiran dua orang saksi atau kehadiran             suami-istri atau salah satu dari keduanya bagi mereka akan menimbulkan penyesalan dan mereka kembali bersatu-sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah swt, “. ..kamu tidak tahu barangkali Allah menjadikan sesuatu yang baru setelah itu.” Inilah hikmah yang mendalam dari ditetapkannya dua orang saksi. Tidak diragukan bahwa hal itu sangat diperhatikan oleh Pembuat syariat Yang Maha bijaksana di samping terdapat faedah-faedah yang lain. Ini semua merupakan kebalikan dari masalah rujuk. Pembuat syariat ingin menyegerakannya, dan dalam  menunda-nundanya barangkali terdapat penyakit. Karenanya dalam rujuk tidak diwajibkan satu syarat pun

C.    Bilangan Talak
Orang yang merdeka berhak mentalak istrinya dari satu sampai tiga kali talak.Talak satu atau dua boleh rujuk kembali sebelum habis masa iddahnya dan boleh kawin kembali sesudah iddah.
Ketika seorang suami menjatuhkan talaq satu atau pada istrinya, maka suami masih bisa untuk rujuk lagi dengan istrinya selama masa iddahnya belum habis. Apabila masa iddahnya telah habis, diperbolehkan bagi suaminya untuk menikahi mantan istrinya tersebut dengan melaksanakan akad nikah baru, dengan ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa talaq dari talaq sebelumnya, maksudnya jika sebelumnya ia menceraikan istrinya dengan talaq satu, maka ia masih memiliki dua talaq, dan bila ia menceraikan istrinya dengan dua talaq, maka ia tinggal memiliki satu talaq lagi.
Ketentuan bahwa suami tinggal memiliki sisa dari talaq yang telah dijatuhkan sebelumnya tersebut berlaku bagi suami baik ia menikahi mantan istrinya setelah masa iddahnya habis dan belum dinikahi laki-laki lain atau setelah istrinya dinikahi oleh orang lain. Sebab keberadaan suami baru bagi mantan istrinya tidak mempengaruhi jatah talaq suami pertama sebelum ia menuntaskan bilangan talaqnya.
Hukum diatas berdasarkan fatwa Umar bin Khathab sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah rodhiyAllahu "anhuma:
"Aku bertanya pada Umar mengenai seorang lelaki dari Bahroin yang menceraikan istrinya dengan satu atau dua talaq, Kemudian mantan istrinya menikah lagi, namun akhirnya bercerai. Lalu suami yang pertama menikahinya lagi, berapakah (jatah talaq) wanita tersebut bagi suaminya ?", beliau menjawab : "Wanita tersebut memiliki sisa talaq (suami yang pertama)".


D.    Hukum-hukum Talak
Dengan menilik kemaslahatan atau kemudharatannya, maka hukum talak ada empat:
1. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
2. Sunah, Talak yang hukumnya sunnah ketika di jatuhkan oleh suami demi kemaslahatan istrinya serta mencegah kemudharatan jika tetap bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya suaminya masih mencintainya.
Seperti sang istri tidak mencintai suaminya, tidak bisa hidup dengannya dan merasa khawatir tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami pada keadaan seperti ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri. Hal ini termasuk dalam keumuman firman Allah subhaanahu wata’ala :
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(Qs. Al Baqarah :195)
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  alam keadaan haid.Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah mencampurinya dalam waktu suci itu.
4. Makruh, Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami menjatuhkan thalaq tanpa ada hajat (alasan) yang menuntut terjadinya perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik.
5. Mubah (boleh), Talak yang hukumnya mubah yaitu ketika suami (berhajat) atau mempunyai alasan untuk menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena perangai dan kelakuan yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup bershabar kemudian menceraikannya, namun bersabar lebih baik.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”(Qs. An-Nisa’ : 19)
E.     Khulu’ (talak tebus)
Talak tebus artinya “talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.Talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun sewaktu haid, karena biasanya talak tebus itu terjadi dari kehendak dan kemaauan si istri.Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa dia rela walaupun menyebabkan iddahnya jadi panjang.Apalagi biasanya talak tebus itu tidak terjadi selain karena perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahankannya lagi.
Perceraian yang dilakukan secara talak tebus ini berakibat bekas suami tidak dapat rujuk lagi, dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah, hanya diperbolehkan menikah kembali dengan akad baru.
Pengertian khulu` menurut syara` adalah sebagaimana yang di kemukakan Asy-Syarbini dan Al-Khathib adalah “pemisahan antara suami istri dengan pengganti yang di maksud (iwadh) yang kembali kea rah suami dengan lafal talak atau khulu`.”
Hukumnya boleh, tetapi makruh seperti talak karena adanya pemutusan talak yang di perintahkan syara`.Khulu` diperbolehkan jika ada sebab yang menuntut, seperti suami cacat fisik atau cacat sedikit pada fisik atau suami tidak dapat melaksanakan kewajiban hukum-hukum Allah, seperti persahabatan yang baik dan dalam segala pergaulan.Jika disana tidak ada sebab yang menuntut khulu` maka terlarang hukumnya.
Rukun khulu` yaitu sebagai berikut :
1.    Rukun pertama suami sah talaknya
2.    Rukun kedua keharusan penerima iwadh
3.    Rukun ketiga pengganti khulu` (iwadh)
4.    Rukun keempat shighat